Ditolaknya proyek kereta cepat, tidak membuat Jepang dan China menyerah begitu saja. Mereka kembali berlomba mendapatkan proyek kereta yang kecepatannya sedikit di bawah kereta cepat.
Masalah mulai timbul setelah Menteri BUMN, Rini Soemarno tiba tiba memilih China dalam proyek kereta cepat 'jilid II' ini. Alasannya, dalam proposal kedua ini, China tidak meminta jaminan APBN.
Pemerintah Jepang angkat bicara terkait masalah ini. Mereka merasa telah ditolak oleh Indonesia dengan mengeluarkan persyaratan tidak ada jaminan dari pemerintah atau APBN. Namun, Indonesia akhirnya tetap memilih China dan keputusan ini sangat disesalkan Jepang.
China dan Jepang selama berbulan-bulan telah berlomba untuk mendapatkan proyek kereta cepat. Menurut Jepang, Indonesia awalnya menawarkan kereta berkecepatan tinggi, namun tiba tiba rencana ini diubah dengan membangun kereta kecepatan menengah dengan biaya yang lebih murah.
China dan Jepang kemudian sama-sama mengajukan proposal baru. Tapi, juru bicara pemerintah Jepang, Yoshihide Suga telah bertemu dengan utusan pemerintah Indonesia dan memberitahukan kalau tawaran Jepang telah ditolak.
"Jepang menawarkan kemungkinan usulan terbaik. Utusan Indonesia datang ke sini (Jepang) dan menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia menyambut baik usulan China. Saya tidak mengerti sama sekali. Saya terus terang mengatakan kepada utusan itu sangat disesalkan," ucap Yoshihide Suga seperti dilansir dari Channel News Asia, Rabu (30/9).
Proposal Jepang kembali ditolak karena mereka tetap meminta jaminan APBN. Namun, menurut mereka mustahil kereta cepat bisa dibangun tanpa jaminan pemerintah Indonesia.
Masalah mulai timbul setelah Menteri BUMN, Rini Soemarno tiba tiba memilih China dalam proyek kereta cepat 'jilid II' ini. Alasannya, dalam proposal kedua ini, China tidak meminta jaminan APBN.
Pemerintah Jepang angkat bicara terkait masalah ini. Mereka merasa telah ditolak oleh Indonesia dengan mengeluarkan persyaratan tidak ada jaminan dari pemerintah atau APBN. Namun, Indonesia akhirnya tetap memilih China dan keputusan ini sangat disesalkan Jepang.
China dan Jepang selama berbulan-bulan telah berlomba untuk mendapatkan proyek kereta cepat. Menurut Jepang, Indonesia awalnya menawarkan kereta berkecepatan tinggi, namun tiba tiba rencana ini diubah dengan membangun kereta kecepatan menengah dengan biaya yang lebih murah.
China dan Jepang kemudian sama-sama mengajukan proposal baru. Tapi, juru bicara pemerintah Jepang, Yoshihide Suga telah bertemu dengan utusan pemerintah Indonesia dan memberitahukan kalau tawaran Jepang telah ditolak.
"Jepang menawarkan kemungkinan usulan terbaik. Utusan Indonesia datang ke sini (Jepang) dan menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia menyambut baik usulan China. Saya tidak mengerti sama sekali. Saya terus terang mengatakan kepada utusan itu sangat disesalkan," ucap Yoshihide Suga seperti dilansir dari Channel News Asia, Rabu (30/9).
Proposal Jepang kembali ditolak karena mereka tetap meminta jaminan APBN. Namun, menurut mereka mustahil kereta cepat bisa dibangun tanpa jaminan pemerintah Indonesia.
Krzysztof Charamsa pekan lalu (3/10), membuat pengumuman mengejutkan selepas pertemuan para uskup sedunia membahas isu-isu keluarga Katolik di Vatikan. Pendeta ini bercerita pada pers bahwa dirinya adalah penyuka sesama jenis sejak lama.
Pejabat menengah dari Divisi Doktrin Katolik di Tahta Suci itu segera dicopot. Charamsa disebut-sebut langsung dikirim ke sebuah biara di Pegunungan Alpen, Swiss, untuk menjalani terapi agar kembali menjadi heteroseksual.
CBS News melaporkan, Selasa (6/10), Juru Bicara Vatikan Federico Lombardi mengaku punya alasan kenapa pihaknya terpaksa melucuti semua jabatan dan hak Charamsa. Tahta Suci beralasan romo 43 tahun itu mengganggu jalannya pertemuan uskup, serta mencari popularitas pribadi dengan pengakuannya kepada media.
"Keputusan membuat pernyataan publik semacam itu saat pembukaan pertemuan penting para uskup yang membahas kepentingan umat, sangat tidak bertanggung jawab," kata Lombardi.
Salah satu sobat Charamsa, Mario Bonfanote, mengatakan sang pastur gay dipaksa mengikuti terapi awal pekan ini. "Charamsa diperintahkan pergi ke biara Venturini, di Trento, untuk kembali menemukan jalan yang benar," kata Bonfanote kemarin.
Merujuk laporan Telegraph, Charamsa membenarkan ada perintah pelatihan itu dari Vatikan. Dia buru-buru menolaknya. "Mereka ingin 'menyembuhkan' saya tapi saya menolak pergi."
Dalam pernyataan pers yang menggegerkan pekan lalu, Charamsa ditemani pasangan homoseksualnya, bernama Eduard. Dia sampai melayani wawancara khusus dengan jurnalis Italia dan Polandia. Awalnya jumpa pers sang pastur gay akan digelar persis di depan ruang pertemuan para uskup, tapi dipindah pada detik-detik terakhir.
Saat ditanya apakah sengaja mencari sensasi dengan mengungkap orientasi seksualnya, Charamsa membantah. Tapi dia memang berharap ceritanya mengubah persepsi para uskup yang sedang rapat membahas definisi keluarga Katolik.
"Saya ingin gereja Katolik bisa menjadi tempat bernaung penuh kasih bagi umatnya yang homoseksual," kata Charamsa.
"Intinya, saya berusaha jujur. Saya seorang pastur, saya gay. Saya bahagia dan bangga menjadi pastur yang homoseksual," tandasnya.
Vatikan secara umum mengutuk homoseksualitas sejak berdiri dua milenium lalu. Tradisi Katolik yang menomorsatukan pasangan heteroseksual itu, baru melunak setelah Paus Fransiskus menjabat. Sri Paus asal Argentina ini membuat gebrakan, kendati tidak radikal, soal isu LGBT dua tahun lalu.
Fransiskus tetap menyatakan homoseksualitas adalah hal yang sulit diterima iman Katolik. Tapi dia menegaskan Gereja harus lebih ramah terhadap kaum LGBT. Dia mengatakan tidak sampai hati menghakimi kaum gay yang berbuat baik.
"Jika ada seseorang yang gay dan mencari Tuhan dan berniat baik, siapa lah saya ini untuk menghakimi mereka?" kata Fransiskus pada 29 Juli 2013.
Pejabat menengah dari Divisi Doktrin Katolik di Tahta Suci itu segera dicopot. Charamsa disebut-sebut langsung dikirim ke sebuah biara di Pegunungan Alpen, Swiss, untuk menjalani terapi agar kembali menjadi heteroseksual.
CBS News melaporkan, Selasa (6/10), Juru Bicara Vatikan Federico Lombardi mengaku punya alasan kenapa pihaknya terpaksa melucuti semua jabatan dan hak Charamsa. Tahta Suci beralasan romo 43 tahun itu mengganggu jalannya pertemuan uskup, serta mencari popularitas pribadi dengan pengakuannya kepada media.
"Keputusan membuat pernyataan publik semacam itu saat pembukaan pertemuan penting para uskup yang membahas kepentingan umat, sangat tidak bertanggung jawab," kata Lombardi.
Salah satu sobat Charamsa, Mario Bonfanote, mengatakan sang pastur gay dipaksa mengikuti terapi awal pekan ini. "Charamsa diperintahkan pergi ke biara Venturini, di Trento, untuk kembali menemukan jalan yang benar," kata Bonfanote kemarin.
Merujuk laporan Telegraph, Charamsa membenarkan ada perintah pelatihan itu dari Vatikan. Dia buru-buru menolaknya. "Mereka ingin 'menyembuhkan' saya tapi saya menolak pergi."
Dalam pernyataan pers yang menggegerkan pekan lalu, Charamsa ditemani pasangan homoseksualnya, bernama Eduard. Dia sampai melayani wawancara khusus dengan jurnalis Italia dan Polandia. Awalnya jumpa pers sang pastur gay akan digelar persis di depan ruang pertemuan para uskup, tapi dipindah pada detik-detik terakhir.
Saat ditanya apakah sengaja mencari sensasi dengan mengungkap orientasi seksualnya, Charamsa membantah. Tapi dia memang berharap ceritanya mengubah persepsi para uskup yang sedang rapat membahas definisi keluarga Katolik.
"Saya ingin gereja Katolik bisa menjadi tempat bernaung penuh kasih bagi umatnya yang homoseksual," kata Charamsa.
"Intinya, saya berusaha jujur. Saya seorang pastur, saya gay. Saya bahagia dan bangga menjadi pastur yang homoseksual," tandasnya.
Vatikan secara umum mengutuk homoseksualitas sejak berdiri dua milenium lalu. Tradisi Katolik yang menomorsatukan pasangan heteroseksual itu, baru melunak setelah Paus Fransiskus menjabat. Sri Paus asal Argentina ini membuat gebrakan, kendati tidak radikal, soal isu LGBT dua tahun lalu.
Fransiskus tetap menyatakan homoseksualitas adalah hal yang sulit diterima iman Katolik. Tapi dia menegaskan Gereja harus lebih ramah terhadap kaum LGBT. Dia mengatakan tidak sampai hati menghakimi kaum gay yang berbuat baik.
"Jika ada seseorang yang gay dan mencari Tuhan dan berniat baik, siapa lah saya ini untuk menghakimi mereka?" kata Fransiskus pada 29 Juli 2013.